Oleh: Rizky Ramadityo dan Evawani Ellisa
Sebagai universitas terbesar di Indonesia, kehadiran Kampus Universitas Indonesia (UI) memberikan dampak yang besar bagi daerah di sekitarnya. Kukusan merupakan salah satu daerah di sebelah barat Kampus Universitas Indonesia yang perkembangannya sangat bertumpu pada kehadiran UI. Kukusan terbagi menjadi dua area utama yang cukup dikenal, yaitu Kukusan-Teknik (Kutek) yang berbatasan langsung dengan gerbang UI di depan Fakultas Teknik, dan Kukusan-Kelurahan (Kukel) yang berbatasan langsung dengan gerbang UI di depan Fakultas Program Vokasi. Kedua gerbang tersebut bukanlah gerbang utama UI, melainkan hanya dapat dilalui kendaraan roda dua saja. Dikarenakan kawasan ini berbatasan langsung dengan UI, maka kos-kosan menjadi sesuatu yang banyak ditemukan. Berdasarkan situs pencari kosan Mamikos.com, saat ini Kukusan dipadati oleh 219 kosan dengan berbagai pilihan fasilitas. Selain kos-kosan, fungsi perdagangan dan jasa juga banyak ditemukan, seperti minimarket, toko kelontong, tempat makan, binatu, yang hadir untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswa yang tinggal di sana.
Peta Kukusan (Sumber: Olahan pribadi)
Kukusan dahulunya adalah sebuah daerah pertanian di mana warganya hidup dari bertani, berkebun dan budidaya ikan di empang. Ketika UI hadir pada tahun 80an, keberadaan sawah, kebun dan empang lambat laun tergantikan oleh kos-kosan dan pertokoan. Kehadiran kos-kosan pertama kali diinisiasi oleh Presiden Soeharto yang mendirikan RPT (Rumah Pemondokan Tinggal) melalui Yayasan Supersemar. Skema pendirian RPT adalah melalui kerjasama dengan warga, di mana pendiriannya dilakukan di atas lahan milik warga. Setelah sekian periode tertentu, kepemilikan RPT akan pindah ke tangan warga (Irsyam, 2017). Seiring dengan berjalannya waktu, Kukusan juga semakin dipadati oleh investor swasta yang berasal dari luar Kukusan. Banyak warga yang tidak lagi menjadi tuan tanah karena tanahnya telah mereka jual ke para investor. Hal ini memunculkan pola hubungan yang disebut dengan patron-client, di mana patron (investor) berada di luar Kukusan sedangkan client (warga setempat) bertugas untuk mengontrol aset mereka di Kukusan (Irsyam, 2017). Beberapa investor juga kerap menunjuk perangkat warga setempat (seperti Ketua RT) untuk menjaga properti mereka, dengan pertimbangan bahwa mereka telah jauh lebih mengenal Kukusan daripada para investor tersebut. Selain itu, terdapat pula warga yang memutuskan untuk pindah setelah menjual tanahnya, sehingga para investor akhirnya merekrut orang baru sebagai pegawai di properti mereka. Untuk hal ini, hubungan yang terbentuk adalah hubungan atasan-bawahan layaknya lingkungan kantor pada umumnya.
Eks-RPT saat ini (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Perubahan kawasan Kukusan akibat hadirnya UI memicu terjadinya perombakan struktur sosial di Kukusan. Hingga saat ini, struktur sosial di Kukusan terdiri dari penduduk lokal (penduduk asli Kukusan, atau pendatang yang menetap selama bertahun-tahun), investor, mahasiswa, dan pendatang non-mahasiswa lainnya yang datang untuk mencari pekerjaan dan hanya menetap. untuk waktu yang singkat. Warga menuturkan bahwa dari awal berdirinya UI hingga tahun 2000an, para mahasiswa yang kos di Kukusan kerap beraktivitas dan berinteraksi sosial dengan warga setempat. Namun, mahasiswa saat ini pun enggan untuk menyapa para warga setempat. Hal ini berdampak pada kurang saling mengenalnya antara warga pendatang dengan warga setempat. Padahal, para perangkat lingkungan seperti Ketua RT dan RW sangat perlu mengenal para penghuni kos agar dapat melakukan kontrol sosial. Alih-alih, menurut penuturan para penjaga kosan dan warung, ternyata para mahasiswa lebih banyak melakukan interaksi sosial dengan mereka. Hal ini terjadi karena para penjaga tersebut merupakan bagian dari proses pemenuhan kebutuhan para mahasiswa saat di lingkungan kosannya. Ketika para mahasiswa masuk ke kosan atau membeli makanan, secara otomatis mereka akan melakukan interaksi, seperti mengobrol dan bermain game. Bahkan ada juga kosan yang memang mengadakan jasa konseling untuk para penghuninya, sehingga para penjaga menjadi layaknya orang tua kedua bagi mahasiswa.
Ruang komunal di kosan (kiri), interaksi sosial mahasiswa (kanan) (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Fenomena sosial yang terjadi di Kukusan dapat diibaratkan sebagai sebuah ‘emulsi’, yang menurut KBBI (2021) didefinisikan sebagai “Cairan yang terbentuk dari campuran dua zat, zat yang satu terdapat dalam keadaan terpisah secara halus atau merata di dalam zat yang lain (seperti persenyawaan zat-zat bergetah atau berlemak dengan air)”. Berdasarkan pengamatan, ada beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab terbentuknya ‘emulsi’ di Kukusan. Pada awalnya, ‘emulsi’ dipicu oleh privatisasi properti oleh para investor, yang menciptakan wilayah yang terbatas untuk para penghuni dan karyawannya saja. Kedua, para penjaga kos menuturkan bahwa mayoritas mahasiswa kini berasal dari wilayah perkotaan Jabodetabek, yang notabene lebih bersifat individualis karena segala kesibukannya (Bintarto, 1989 dalam Sumardjito, 1999). Ketiga, aktivitas kampus yang semakin padat juga ikut berkontribusi, mengingat banyak waktu mahasiswa yang tersita untuk mengerjakan tugas kuliah dan melupakan interaksi sosial dengan masyarakat sekitar. Keempat, menyediakan fasilitas kost dan retail yang memanjakan mereka untuk menghabiskan sebagian besar waktunya di unit mereka, atau berbaur dengan sesama mahasiswa. Terakhir, tipologi rumah kos di Kukusan yang serba tertutup demi keamanan dan privasi disinyalir telah menghilangkan ruang interaksi sosial di lingkungan Kukusan.
Kondisi kosan yang tertutup (kiri), kondisi RPT yang terbuka (kanan) (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Referensi
Irsyam, T. W. M. (2017). Berkembang dalam bayang-bayang Jakarta: sejarah Depok 1950–1990-an. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Mamikos.com. (n.d.). Retrieved July 23rd, 2021, from https://https://mamikos.com/cari/kukusan-kota-depok-jawa-barat-indonesia/all/bulanan/0-15000000
Setiawan, E. (n.d.). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Arti kata emulsi — Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. https://kbbi.web.id/emulsi.
Sumardjito. (1999). PERMASALAHANPERKOTAAN DAN KECENDERUNGAN PERILAKU INDIVIDUALIS PENDUDUKNYA. Cakrawala Pendidikan, (3), 133. Retrieved May 8, 2021, from https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/download/9013/pdf_1.
**Rizky Ramadityo adalah seorang urban researcher di Universitas Indonesia. Rizky memiliki ketertarikan dalam urban settlement, urban transportation, dan urban design. Penulis dapat dihubungi melalui [email protected] **Evawani Ellisa adalah senior urban design lecturer and researcher di Universitas Indonesia. Evawani memiliki ketertarikan urban settlement, urban transportation, dan urban design. Penulis dapat dihubungi melalui [email protected]